Powered By Blogger

Jumat, 22 Oktober 2010

23/10/2010 11:27
Liputan6.com, Jakarta: Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta dilibatkan bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam penyelidikan kasus penembakan mahasiswa UBK pada peringatan satu tahun Pemerintahan SBY-Boediono. "Untuk obyektifitas pemeriksaan, seyogyanya Polri tidak bekerja sendiri," kata anggota Kompolnas Novel Ali di Jakarta, Sabtu (23/10).

Kasus penembakan pada Rabu lalu itu mengakibatkan seorang mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) Farel Restu tertembus timah panas di kaki kiri. Hingga saat ini ia masih dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Novel menyayangkan penembakan tersebut. Menurutnya, tugas pokok Polri sebagai penegak hukum, pemelihara keamanan, perlindungan, dan pengayom masyarakat, tidak terlaksana secara optimal. Tindakan polisi seharusnya berlandaskan hukum, di antaranya Undang-Undang (UU) 2/2002 tentang Polri, Protap 16/1999 tentang Pengendalian Huru-hara, Perkap 8/2009 tentang Implementasi Prinsip Dasar Penegakan HAM bagi Anggota Polri, dan Protap IX/X/2010.

"Saya sangat menyadari betapa luasnya wilayah dilema pelaksanaan tugas Polri di lapangan, khususnya konflik antara ketiga tugas pokok Polri dan rambu hukumnya di satu sisi, dengan ancaman keselamatan sampai hilangnya nyawa anggota akibat tindakan pihak lain," ucap Novel.

Novel mengatakan penembakan oleh anggota Polri terhadap sasaran mana pun dimungkinkan bila sudah didahului empat tahapan aksi sebelumnya. "Empat tahap tersebut, yaitu penggunaan tangan kosong, benda tumpul atau pentungan, tembakan peringatan, penembakan dengan peluru karet, dan penembakan yang dapat mengakibatkan kematian bila polisi benar-benar terancam," tutupnya.(WIL/SHA)

Empat Tentara Diperiksa Terkait Penganiayaan Warga Papua



TEMPO Interaktif, Merauke - Empat prajurit Tentara Nasional Indonesia diperiksa terkait kasus penganiayan terhadap warga Papua, di Puncak Jaya. Kodam XVII Cenderawasih menyatakan pemeriksaan dilakukan untuk mencari motif dan alasan terjadinya penyiksaan tersebut.

Sebelumnya, beredar luas tayangan video di YouTube yang menunjukkan beberapa warga Papua disiksa sejumlah orang berpakaian loreng dan membawa senjata.
“Sudah ada tim khusus dari Mabes TNI yang datang melakukan penyidikan atas kasus tersebut. Sekurangnya ada empat yang diperiksa, tapi itu bisa saja berkurang dan bertambah tergantung prosesnya nanti,” kata Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Kapendam Letnan Kolonel Infanteri Susilo, saat dihubungi Tempo, Jumat (22/10) malam.

Susilo mengatakan, pemeriksaan akan dilakukan secepat mungkin dan selanjutnya dilaporkan ke Markas Besar TNI. Susilo tak dapat menyebut nama pelaku dengan alasan masih dalam pemeriksaan. “Yang pasti mereka sudah diinterogasi. Untuk nama-nama mereka belum bisa dipublikasikan. Sementara untuk target waktu pemeriksaan, kita hanya berharap dapat secepatnya selesai,” ujarnya.

Dari hasil pemeriksaan nanti, akan diketahui apakah benar anggota TNI menganiaya atau tidak. “Karena pasti ada sebabnya. Mungkin saja karena terlalu lama di sana, atau bisa karena faktor lain. Tapi ini hanya perkiraan saja, saya tidak ingin memastikannya.”

Video penyiksaan tersebut memperlihatkan seorang lelaki Papua yang mengenakan kaos oblong ditidurkan di tanah dan diinjak. Warga Papua itu juga diancam dengan parang di lehernya. Selang beberapa lama seorang di antara penyiksa mengambil sebatang kayu yang masih mengepulkan asap dan membakar alat kelamin korban. Penyiksaan dilakukan untuk mencari tahu tempat penyimpanan senjata milik Organisasi Papua Merdeka.

Video tersebut pertama kali dipublikasikan sebuah lembaga yang menamakan dirinya Asian Human Rights Commission. Dalam salah satu bagian video tersebut, lembaga ini menuliskan, "Indonesia ratified the United Nations Convention Against Torture in 1998, but has still not stopped using torture".

inspirasi anda

bamboe roencing for your inspiration